Merdeka atau Mati

11 comments
 
Gak terasa udah 70 tahun negara kita terhindar dari jajahan bangsa lain secara fisik. Tahun demi tahun berganti, tapi ada satu pertanyaan yang belum pernah terhapuskan dari top list pertanyaan ketika lagu Dirgahayu Republik Indonesia dikumandangkan di setiap penjuru tanah air. 

Apakah Indonesia sudah benar - benar merdeka? 

Pertanyaan ini selalu dijadikan atribut headline di berbagai media, mulai dari media cetak, media elektronik sampai media warkop dimana bapak - bapak sering banget ngomongin soal politik dan ekonomi Indonesia. Pertanyaan yang cukup menohok, ga cuma ditujukan buat elite - elite politik yang duduk di gedung gedong sana, tetapi ditujukan ke semua makhluk berakal yang ada di bumi tercinta Indonesia.


Menarik dan patut untuk diperbincangkan terkait Negara "yang katanya besar" Indonesia dilihat dari setiap aspek kehidupan untuk mencari tahu apakah kita benar - benar merdeka atau tidak. Indonesia adalah suatu negara "yang katanya lagi" demokrasi yang dipimpin oleh seorang kepala negara yang juga merangkap sebagai kepala pemerintahan. Pemimpin negara yang biasa kita sebut sebagai presiden ini, seringkali jadi faktor penentu apakah Indonesia bisa merdeka atau tidak. Soekarno, siapa yang ga kenal pionir bangsa ini. Ketegasan, kerendahan hati menjadi faktor utama dia bisa memimpin bangsa ini meraih kemerdekaan. Soeharto, berani tegas dan cerdas. Siapa rakyat kecil yang ga suka ama doi. Masih enak jamanku toh? adalah tagline masa kini yang mengungkapkan kebesaran beliau di masa silam. Habibi, satu kata yang tergambar lewat sepak terjang dan filmnya doi, Cerdas. Gusdur, pemimpin nyentrik merangkul semua orang dengan filosofi "kebebasan" yang dia berikan. Megawati, penerus Sang Proklamator. SBY, kalem dan tegas jadi kepribadiannya. Mampu mengentas hutang IMF. Jokowi, pionir blusukan. [Masih dalam proses.....].


Di tengah "kehebatan" mereka, tentu saja banyak juga kecacatan saat mereka memimpin. Tidak netral, diktator, salah momentum, bebas kebablasan, penjual banyak aset negara, tertutup ketegasan, dan terlalu patuh pada partai pendukung, adalah satu dua faktor yang mencoreng bagaimana seharusnya seorang presiden memimpin. Mulai dari sinilah, kecacatan mulai merambah ke seluruh celah - celah kehidupan.


Merangsek ke bawah presiden, yaitu Menteri. Sebelum bapak presiden jadi presiden, doi sudah ngetag "kursi" untuk menteri sesuai berapa banyak persentase partai pendukung. Sulit untuk melihat Menteri yang benar - benar duduk di kursinya sesuai kecapakan dan spesialisasinya. (http://nasional.kompas.com/read/2014/05/16/2244048/mustahil.ada.koalisi.tanpa.bagi-bagi.kursi). Inilah yang kemudian banyak terjadi kasus KKN yang melibatkan parpol dan menteri. (http://news.okezone.com/read/2014/09/08/339/1036072/menteri-dari-parpol-lebih-rentan-terjerat-korupsi). Kita beralih ke lembaga legislatif. Siapa yang ga tau dengan bobroknya "DPR". Dewan Per"yang katanya"wakilan Rakyat juga sangat sulit kita berharap darinya. Penuh dengan intrik, kontroversi, dan sensasi. Hanya sedikit orang - orang DPR yang mementingkan rakyat dibanding kepentingan partainya. (http://www.merdeka.com/politik/kerja-tidak-becus-dpr-sekarang-jangan-dipilih-lagi.html). Melipir ke Lembaga Yudikatif. Hampir sama seperti dua sebelumnya. Ga jauh beda. Jual beli perkara terjadi. Suap menyuap legal disana. (http://nasional.sindonews.com/read/704388/13/mahfud-md-tuding-yudikatif-lembaga-terkorup-1357536770).




Indonesia sebagai negara hukum, punya undang - undang sebagai pedoman bagi warganya. Ibarat pisau bermata dua, undang - undang juga jadi celah yang banyak dimanfaatkan orang tidak bertanggung jawab untuk meraih jalan pintas. Hal ini juga dipicu karena kurangnya pemahaman terhadap Pancasila. (http://www.antaranews.com/berita/451412/lemahnya-pemahaman-pancasila-picu-rendahnya-kualitas-uu).

 
Berbicara mengenai wilayah yang Indonesia, mungkin tiga kata akan spontan terbesit oleh pikiran kita. Luas dan Kaya. Gimana gak dengan luas 1.904.569 km2 dan terdiri dari 13.466 pulau, Indonesia menjadi kepulauan terbesar di Indonesia. Hasil kekayaan kita melimpah ruah kemana - mana. Mungkin tujuh turunan ga akan habis - habis. Namun, sekali lagi apa yang terjadi? Kekayaan ini dipegang oleh perusahaan - perusahaan luar. Mengeruk kekayaan kita tanpa batas. Migas, emas, tambang, batu bara, intan, semua hilang tanpa bekas. Kita hanya menikmati uang hasil kontrak mereka. eh bukan kita. Lebih tepatnya mereka. Mereka yang bekerja sama denga asing. Lalu apa bedanya kita dengan 100 tahun yang lalu? (http://hizbut-tahrir.or.id/2008/07/15/krisis-energi-energi-indonesia-dikuasai-asing/ , http://bisnis.tempo.co/read/news/2013/07/31/092501380/bpk-sebut-sektor-energi-indonesia-dikuasai-asing). Impor bahan pangan yang berkepanjangan. Aneh tapi nyata memang. Lihat bagaimana media memberitakan perbatasan Indonesia, boleh dibilang sangat miris. Negara tetangga membangun daerah perbatasannya untuk memperlihatkan kebesarannya dibanding negara di sebelahnya. Namun Indonesia? justru melupakan dan meninggalkan daerah perbatasan tersebut. Banyak rakyat perbatasan yang dengan nasionalismenya mempertahankan darah nusantara, tetapi mereka hidup dari tanah tetangga.



Masuk ke rakyat Indonesia. Kemiskinan masih terus menghantui kalangan bawah dan menengah. Harga kebutuhan rakyat, bbm sering naik. Nilai tukar Rupiah dan harga saham labil, meluncur bebas. Barang - barang dipalsukan dengan enaknya, demi menjaga ekonomi keluarga katanya. Beras, bakso, kerupuk, dendeng seringkali dicampur dengan bahan kimiawi demi menekan harga produksi. Kesulitan mendapat pekerjaan juga jadi kesulitan rakyat Indonesia. Ini memicu pengangguran, kejahatan, pembegalan, perampokan. Terkadang sifat buruk tersebut merasuk ke orang baik. Seks bebas, narkoba banyak dicoba - coba oleh orang yang sebelumnya belum pernah mencoba. MOS sekolah dan kuliah yang berjalan dengan pembodohan massal. Guru bahkan dosen yang tidak mau tahu, cuek. Giliran ada atasan yang mengintropeksi, semua kelabakan, pura - pura baik. PALSU.



Semua penuh dengan kepalsuan. Pencitraan polisi yang sangat baik di media televisi, namun kenyataannya tak jauh beda dengan preman. Anggota oknum pejabat kalo ditilang, sok berkuasa sok berhak untuk tidak ditilang. Kelakuan orang kaya yang dengan sombongnya seolah - olah uang adalah segalanya. Dan memang betul di tanah air ini, uang adalah segalanya. Orang Indonesia mengidolakan orang luar negeri. Giliran ada orang Indonesia uweleeek (baca:jelek.red) nikah sama bule cuantik, heboh di media massa mengatakan ga pantes ini itulah, akan cerai berapa taun kemudian. Yang gue dan sebagian orang tau dan pahami adalah mereka hanya IRI! Banyak orang Indonesia yang membanggakan orang luar negeri dan menjelek - jelekkan negaranya sendiri (kaya gue). Namun ketika ada orang Indonesia yang sukses di luar sana, mereka labil mulai membangga banggakan diri sebagai orang Indonesia. Padahal orang Indonesia yang sukses di luar negeri pernah mendapat perlakuan bernada merendahkan terhadap karyanya dari orang Indonesia sebelum mereka sukses. Itu semua juga bisa dipicu sama media - media elektronik yang kurang mendidik, media tersebut hanya menayangkan tentang percintaan, penderitaan, kekejaman. Jarang sekali yang mempertontonkan tentang inspirasi hidup!


Bila dilihat dari teorinya, syarat berdirinya sebuah negara adalah Rakyat, Wilayah, Pemerintah yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain. Mungkin secara de Jure, kita secara sempurna mendapat pengakuan dari negara lain. Tapi secara konstitutif? Apakah kita benar - benar merdeka? Bahkan apakah kita bisa benar - benar patut dibilang sebuah negara?


Masih banyak lagi keburukan - keburukan yang ada disini, ga akan cukup bagi gue untuk mengulas semua. Dan sangat tidak etik untuk membuka aib sendiri. Tetapi disini gue hanya bermaksud untuk mengingatkan bahwa kita jauh dari merdeka. Masih JAUH. Mungkin ini hanya penilaian dari orang bodoh yang ga tau apa - apa. Mohon dimaafkan apabila gue juga belum bisa berkontribusi di tanah air ini dan hanya bisa ngomong tanpa batas disini. Sekali lagi, gue hanya mau mengingatkan akan kondisi negara ini yang sering terlupa oleh sebagian orang. Bahkan masih banyak di luar sana, ketika ditanya berapa umur Indonesia, mereka hanya bisa geleng geleng kepala. Namun ketika ditanya Lionel Messi berasal dari klub mana? Mereka semua hapal di luar kepala.


Tapi di lain hal, banyak yang masih bisa dibanggakan dari negara ini. Masih banyak orang - orang yang dapat mengisi masa depan Indonesia yang lebih baik. Setidaknya, kita masih punya harapan untuk bisa lebih merdeka di masa depan. Tak peduli berapa tahun lagi. Kami akan tunggu dan berjuang semaksimal yang kita bisa. Sama seperti beberapa puluh tahun silam, ketika para pahlawan dengan sabar menunggu dan berperang dengan peluh darah merah mencapai kemerdekaan dari jajahan bangsa lain.

Selamat ulang tahun Indonesia, semoga lekas lepas dari penjajahan, MERDEKA!

Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka

Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap setia
Membela negara kita


DIRGAHAYU
REPUBLIK INDONESIA


[JAJOY] Jalan Jalan Njoy: Goa Pindul

1 comment

Kali ini awak mau ngasih tau kepada ente - ente pembaca setia blog ini kalo gue mau nerbitin artikel dengan hashtag JAJOY yang merupakan singkatan dari Jalan - Jalan [e]Njoy. Isi dari seri ini ya ga lain dan ga bukan adalah tentang ... Yak betul! Tuh udah gue kasih tau kepanjangannya kan. Langsung aja deh daripada kelamaan berbasa basi dan kelamaan menunggu cintamu yang telah padam.

Hari Selasa, tepat 4 hari setelah Hari Raya Idul Fitri, kita sekeluarga udah ngerencanain mau jalan - jalan. Namanya keluarga gue, pasti kurang afdol rasanya ga ribut ribet dulu sebelum pergi. Ribetnya mulai dari kita mau kemana, berangkat jam berapa, apa aja yang dibawa, sama kamu maunya sama siapa #eaa. Akhirnya setelah lama ribut soal itu, kita sekeluarga sepakat buat cabut ke Goa Pindul, menggantikan destinasi Pantai Nampu.


Goa pindul adalah gua purba yang dilintasi aliran air sejauh 350 m dan dihiasi stalaktit stalakmit dengan ragam bentuk yang eksotis. Goa Pindul terletak di daerah Gunung Kidul, kalo dari kampung gue Wonogiri ya kira - kira menempuh kurang lebih 3 jam perjalanan termasuk 1 jam buat nanya jalan. Ceritanya, gue berangkat jam 08.00. Sementara pasukan yang gue bawa ada 7 orang yang terdiri dari gue, nyokap, bokap, ade, 2 sepupu, dan ga ketinggalan embah gue. Back to the topic, pokoknya kalo dari Wonogiri, jalan yang harus ditempuh itu melewati Manyaran - Semin.


Pas udah masuk daerah - daerah Gunung Kidul, lo harus fokus buat ngeliat plang penunjuk jalan. Soalnya mulai dari perbatasan, banyak banget reklame - reklame dari warga setempat untuk ngasih tunjuk jalan ke Goa Pindul secara gratis. Sebenernya lo bisa sih nanya ke mereka, terus dianterin deh. Nah yang jadi permasalahin, lo bakal dianter ke operator yang mana. Jadi, berdasarkan hasil curhat - curhatan sama tour guide gue, operator Goal Pindul itu ada 9 yang direpresentasiin sama beberapa warna. Berarti ada 9 warna yang merepresentasikan 9 operator Goa Pindul. Gue merekomendasikan untuk diantar ke operator Tunas Wisata (warna merah) aja. Kenapa? Karena operator ini letaknya di depan Goa Pindul persis. Sebenernya sih, Tunas Wisata ada 2 kantor. Satu di depan Goa Pindul, satu lagi agak jauhan. Nah, gue waktu itu ke kantor yang agak jauhan, disini traveler yang ngantri ga sebanyak yang ada di pusat. *bukanpromo*


Soal harga? Jangan ditanya! Apa sih yang ga murah di daerah sekitaran Jogja. Jadi sebelum kita memasuki area Goa Pindul, kita dikenakan charge 10.000 per orang. Katanya sih ini dana masuk ke kantong pemerintah daerah. Nah, buat wahananya sendiri, ada macem - macem variasi nih. Gue kasih nih rincian harganya:

Goa Si Oyot : Rp. 45.000,-
Goa Pindul : Rp. 30.000,-
Rafting Kali Oya : Rp. 45.000,-
Goa Emas : Rp. 30.000,-
Situs Sokoliman : Rp. 15.000,-
Sendang Kyai Sejati : Rp. 10.000,-
Pembuatan Wayang Sodo : Rp. 10.000,-
Pabrik Minyak Kayu Putih : Rp. 15.000,- 

Home stay : Rp. 25.000,- / orang 

Offroad : Rp. 300.000,-  (maximal 3orang / armada) 
Flying Fox : Rp. 20.000,-

Pas sampe gue langsung ngambil paket Goa Pindul sama Rafting Kali Oya. Setelah proses administrasi, kita diwajibkan buat make alat pengaman standarlah kaya itu tuuh....hayo jangan omes......kita disuruh make baju pelampung dan menanggalkan segala atribut ganteng kita (celana jeans, jam, kemeja.red). Pokoknya barang selaen baju gembel sama hape kita titipin. Semua Aman!!


Berangkat dari kantor cabang, gue ga menyangka kalo kita bakal dianter mobil Pajero a.k.a mobil panas njobo njero (panas dalem luar) a.k.a mobil pickup keluaran taun 70an maybe. Dari kantor cabang ke kantor pusat memakan waktu 3-5 menit. Sampe di tekape pertama yaitu Goa Pindul, kita disuruh nunggu ban pelampung. Setelah ban datang dan kita megang masing - masing, meluncurlah kita ke goanya. Namun kita harus antri lagi akibat massa yang terlalu membludak :( *disarankan buat dateng kesini pas bukan hari libur lebaran/libur bersama*

Setelah menunggu giliran sekitar 10 menit, tibalah saatnya gue memasuki Goa. Goanya ga jauh beda sih sama goa2 yang pernah gue kunjungi macem Goa Gong, yang bedain sih cuma ini ada aer dan ban pelampungnya. hahaha. Menurut gue keren sih, kita bisa nonton pemandangan stalaktit dan stalakmit sambil santai tiduran, kaki nyepak - nyepak aer, dan mata memandang mencari cewe cakep (kalo rame). Di akhir perjalanan, kita dibolehin tuh ngelepas ban dan berenang sendiri. Cool banget ga sih kalo kita bisa maen loncat-loncatan dari batu yang menjulang dari bawah goa.


Di bagian akhir Goa, kita bisa berenang - renang melepas ban dan kalo berani sih bisa lepas pelampung di badan juga :" Caving ini juga diakhiri dengan raut muka mbah yang mendadak pucat plus pusing tanda masuk angin. Katanya sih doi takut gitu di dalem gelap banget dan di dalem ngeliat makhluk yang matanya bercahaya (kelelawar.red). Doi juga curhat katanya takut goanya ambrool. Yoweeeesss, satu peserta melambaikan tangan ke kamera bung dan kembalilah doi ke basecamp untuk duduk duduk cantik minum teh anget sambil mengobati traumanya akan Goa Pindul :(

Selanjutnya, kita move on ke tekape kedua, yaitu Kali Oyo. Seperti biasa kita dianterin naek Pajero lagi. Untuk rafting kali oyanya sendiri sih menurut gue agak boring, soalnya cukup lama rafting di kali ini sekitar 20 - 30 menit. Rafting disini bukan rafting kaya biasanya rafting dimana banyak arus - arus tajam yang membuat adrenalin kita melonjak. Rafting di kali oya hampir sama kaya di Goa Pindul cuma kali ini ga ada atapnya alias ga ada goanya. Dibalik ke-boring-an itu, mungkin yang bikin gue takjub adalah kadang ada beberapa air terjun kecil di pinggiran kali oya dan kalo berani kita bisa loncat dari ketinggian 5-10 meter. Bikin adrenalin naek bukan? Emang sih keliatannya ga tinggi tinggi amat kalo dari bawah. Nah nyali lo bakal ciut kalo udah ada di atas.


Akhirnya kelarlah perjalanan kita dari mulai jam 8 pagi sampai jam 3 siang. Menurut gue sih, destinasi ke Goa Pindul jadi alternatif lain yang sangat gue rekomendasikan. Kenapa gue rekomendasiin? Karena bagi gue, pelayanan di Goa pindul salah satu yang paling de best dari beberapa destinasi wisata yang sering gue datengin. Buat tempatnya sendiri, ajib lah buat putu - putu selfie sukaesih.

Sumber Image: Google + Sendiri